Jumat, 06 Februari 2015

cerpen persahabatan

“Udah lah, kalo lu lebih memilih cewek itu, mending lu pergi sekarang juga! Biar gue yang tetep berada disini.” tegas Galih dengan nada keras dengan meunjukkan tangannya kearah luar pintu ruang Kenanga tempat Farihin dirawat. Saat itu aku benar-benar diambang kebingungan. Bak memakan buah simalakama, entah mana yang harus saya utamakan. Antara sahabat, atau kah cinta.
Aku sangat mencintai Lisa, dia satu-satunya wanita yang benar-benar bisa ngertiin keadaan aku. Ku akui, semua kesalahanku, setiap Lisa membutuhkan aku di sampingnya, selalu saja berbenturan dengan janji yang sudah ku sanggupi dengan kedua sahabat karibku, Galih dan Farihin. Dahulu kami selalu berempat. Satu teman kami harus meninggal akibat penyakit kanker yang dideritanya. Dia Deny. Dan Lisa pun bisa mengerti itu. Sampai akhirnya Lisa benar-benar diambang batas kesabaran. Dia tak bisa lagi menahan amarahnya atas sikap ku yang lebih mementingkan sahabat-sahabat ku ketimbang dirinya. Tepat di hari jadi kami yang ke dua tahun, itu pun bertepatan dengan hari kelulusan kami dari SMA. Kami sudah berjanji untuk mendaki gunung bersama di hari itu. Dan aku pun lupa dengan hari jadian ku. Sejam, dua jam, sampai tiga jam Lisa menunggu ku di kafe tempat pertama kali kami bertemu. Disediakannya kue tart berukuran sedang dengan lilin berangka 2 di atasnya. Sampai dini hari, Faisal pun belum datang. kekecewaan Lisa teramat besar, meluaplah air matanya. Bukan ditiup lilin yang bertengger di kue ulang tahunnya, tapi malah ia jatuhkan dengan penuh rasa kekesalan.
“Lih, pinjem hape lu dong, hape gue mati nih dari kemaren”, ucapku sambil membuka casing hape BB ku. Dan ketika hape ku hidupkan, berentet sms Lisa yang masuk menanyakan keberadaan ku. Sambil menepuk kepala aku berkata” Astaga gue lupa, kemaren hari jadian gue dengan Lisa, mati gue.” “udah lah gak papa, Lisa juga bakal ngerti kok.” Ucap Galih dengan nada santai. “Cepet pulang yuk, gak tenag nih pikiran gue”. Desakku kepada kedua teman ku yang masih sibuk dengan makanan mereka masing-masing. Dan karena aku terus mendesak, akhirnya pagi itu juga kami langsung turun dari gunung.
“Sal pelan-pelan dong bawa motornya, gue gak berani kebut-kebutan nih” teriak Farihin sembari mengejar ketertinggalannya. Dan Braaaaakkk, tabrakan tak dapat dihindari. Farihin yang waktu itu mengendarai motor sendiri menabrak mobil berlawanan arah yang juga melaju kencang. Darah berceceran dimana-mana, hampir 500 meter Farihin terpental. “Yang kuat Hin, lu pasti kuat” bisik Galih sambil menangis sembari terus memegangi tangan farihin di dalam mobil ambulan”.
Sudah 2 jam Farihin di dalam, tapi belum juga ada kabar dari dokter tentang keadaannya. Kami bertiga terus merasakan ketegangan berharap-harap cemas dengan keadaan Farihin di dalam, sesekali Galih melongok ke arah tempat Farihin di operasi. Ketika nampak seorang dokter keluar dari ruangan kami langsung menghampirinya.” Bagaiman keadaan teman saya dok?” tanya Galih dengan nada cemas. “Alhamdulillah, untung saja teman kalian segera dibawa kemari. Dan kini dia bisa langsung dibawa ke ruang rawat” jawab dokter sembari tersenyum.
Mungkin masih dalam pengaruh obat bius, sampai jam 18:00 WIB Farihin belum juga sadar. Bergetar hape di saku celanaku. Segera ku ambil hape, dan ternyata sms dari Lisa “malam ini aku bakal terbang ke Inggris buat nerusin study ku, kalo’ kamu ingin mempertahankan hubungan kita, ku tunggu kamu di bandara tepat jam 20:00 WIB”. “guys, boleh gue pergi ke rumah Lisa?” tanyaku dengan nada sedikit memelas. “Sempet-sempet nya lu ya mikirin urusan pribadi, lu gak liat apa Farihin belum juga sadar”. Sambut Galih menanggapi permintaan ku. “bukan gitu Lih, ini menyangkut hubungan gue dengan Lisa, please, gue mohon banget pengertian dari lu”. sekali lagi aku memohon. “Udah lah, kalo lu lebih memilih cewek itu, Biar gue yang tetep berada disini, tapi inget, jangan sekali-kali lagi lu tunjukin batang idung lu di hadapan kita! mending lu pergi sekarang juga!” tegas Galih dengan nada keras sambil meunjukkan tangannya ke arah luar pintu ruang Kenanga tempat Farihin dirawat. Saat itu aku benar-benar di ambang kebingungan. Bak memakan buah simalakama, entah mana yang harus saya utamakan. Antara sahabat, atau kah cinta. “maaf Lis, aku gak tau apa yang harus aku lakuin saat ini, aku bingung, aku gak tau harus berbuat apa, sekali lagi maaf Lis, aku masih aja mentingin temen-temen ku”. Batin ku dalam hati. “Udah cukup satu teman kita yang pergi niggalin kita sal, gue gak mau ada lagi orang yang gue sayang pergi dari kehidupan gue”. isak Galih sambil mendekap kedua lututnya. “Iya Lih, gue ngerti, gue minta maaf, gue bakal disini juga buat nemenin Farihin sampai dia sadar.”
Sudah terpatri dalam hidup ku sebuah kalimat dari ayah, “Jangan sekali-kali tinggalin orang-orang yang kamu sayang hanya demi orang yang kamu cinta sal, karena sewaktu-waktu orang yang kamu cinta akan ninggalin kamu demi orang-orang yang dia sayang”. Memang untuk saat ini hanya rasa cinta yang baru bisa ku beri untuk Lisa. aku belum bisa ngegabungin kasih dan cinta dari Lisa sebagai bentuk sayang. Bagi ku, sayang itu ada di atas cinta. Setiap orang yang aku sayang, mereka lah orang-orang yang ku cinta. Tapi gak semua orang yang ku cinta, dengan gitu aja aku beri rasa sayang. Dan Farihin, galih serta Deny adalah termasuk orang yang aku sayang. Akhirnya demi nama persahabatan, kuputuskan untuk tetep berada di rumah sakit menemani Farihin sampai dia sadar. Dan ku harap untuk ini, Lisa masih bisa ngertiin keadaan ku. “tega’ lu sal”. Ucap Lisa yang langsung menuju ke pesawat. Dengan terus berderaian air mata Lisa terus melaju.
Setelah seminggu di rawat, akhirnya Farihin pun diperbolehkan untuk pulang. “Sakit dodol!” teriak Farihin sambil menimpal tangan Galih yang tak sengaja memegang perban yang berbalut di tangannya. “iya sih, ah lu ne hin, gak sakit gak sehat marah-marah aja terus.” Ejek Galih sambil tersenyum meledek. “Tau gak hin, pas lu masuk rumah sakit, gue takut lu bakal ninggalin kita sama kayak Deny” ucap Galih sambil memampang muka melasnya. “iya bro, gue gak mau lagi kehilangan seseorang yang gue sayang. Lu orang terlalu berarti buat gue.” Sambut aku sambil memegang pundak Farihin. “terus gimana hubungan lu dengan Lisa sal?” tanya Farihin sambil menatap wajahku. Sejenak gue tersenyum lalu berkata, “awalnya gue diputusin, dan Lisa sekarang udah di Inggris, tapi pas gue jelasin keadaan gue waktu itu, syukur dia mau ngerti”.
Sahabat, orang dimana yang selalu hadir dalam setiap hidup ku. Memberi power yang sangat kuat ketika semua mulai melemah. Memberi tawa yang mulia ketika kesulitan merendahkan semuanya. Sahabat adalah orang kedua yang berperan penting dalam hidupku. Dan kali ini, akan kujaga persahabatan ini sampai kapan pun. You are the best in my life

0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates